Mengenal asal-usul dan cerita sejarah dusun-dusun di Desa Ngimbang
Dusun Pagergunung merupakan dusun tertua di Desa Ngimbang. Dusun ini ditemukan oleh seorang tokoh masyarakat yang bernama Mbah Pager. Dusun ini dulunya merupakan tempat perkebunan kopi yang luas. Namun, dikarenakan banyaknya warga yang meninggalkan dusun ini, perkebunan kopi tersebut ditinggalkan dan menjadi hutan belantara. Dusun Pagergunung juga memiliki keunikan yaitu adanya sebuah gua yang konon katanya merupakan tempat persembunyian para pejuang kemerdekaan pada masa penjajahan Belanda.
Pada zaman dahulu, Dusun Kapru banyak dihuni oleh peternak sapi. Namun, dikisahkan mereka sering kehilangan ternaknya dan pada akhirnya dibuatkan kandang-kandang ternak yang digabungkan menjadi satu untuk mencegah kehilangan ternak lagi. Letaknya agak berjauhan dari tempat tinggal mereka. Selain beternak, dikisahkan juga warga Kapru suka minum-minum dan di daerah tersebut budaya minum serta tayub berkembang. Menurut folklor, kata “Kapru” ini diambil dari bahasa Arab Kafaru atau Kafir yang berarti masyarakat Kapru ini sulit menerima ajaran agama. Namun, ada sumber lain juga mengatakan bahwa nama Kapru tersebut diambil dari bahasa Belanda.
Dusun ini juga memiliki asal-usul yang mengatakan bahwa dulu ada sesosok Buta Nabru yang pekerja keras. Yang kemudian sifatnya menurun pada masyarakat sekitar. Dusun Brumbung berasal dari kata “Mubru” yang berarti kaya sekali. Hal ini dikarenakan rata-rata masyarakat Dusun Brumbung memiliki perekonomian yang membumbung atau sangat berkecukupan karena sifatnya yang pekerja keras.
Dusun Jantur memiliki cerita asal-usul dalam versi yang berbeda-beda. Dimana satu sumber mengatakan bahwa kata “Jantur” ini berasal dari kegemaran masyarakatnya untuk berkelahi dan adu kanoragan. Dan yang kalah akan di “Jantur”, yaitu digantung kakinya sehingga posisi kepalanya di bawah. Namun, bila bersumber dari cerita sesepuh asli Dusun Jantur, “Jantur” ini memang artinya digantung, namun dulu yang digantung adalah jangkrik. Karena dulu, masyarakat Jantur suka bermusyawarah sambil mengadu hewan jangkrik tersebut.
Dusun Brau menurut folklore yang beredar, ditemukan oleh seorang prajurit Pangeran Diponegoro bernama Buyut Sarpin yang melarikan diri ke daerah Batu dari kejaran Belanda. Kemudian, Buyut Sarpin dan rekannya menemukan sebuah tempat yang tepencil dan dikelilingi bukit yang apabila dilihat dari atas bentuknya seperti perahu. Dari kata perahu tersebut untuk memudahkan pelafalan maka masyarakat menyebutnya “Brau” atau “Mbrau”. Tempat itu diperkirakan aman untuk bersembunyi dan pada akhirnya Buyut Sarpin menetap di daerah tersebut. Namun, ada sumber lain yang menyebutkan jikalau Brau itu berasal dari bahasa kuno masa Hindu-Buddha yang berarti posisi tangan Budha.